Tata Cara Lengkap Melempar Jumroh dalam Prosesi Haji: Menolak Setan dan Mengikuti Sunnah Nabi Ibrahim Alaihissalam
Salah satu rukun haji yang menjadi kewajiban bagi setiap jemaah haji adalah melempar jumroh. Proses ini melibatkan pelemparan tujuh batu kerikil ke tiga tiang yang dikenal sebagai jumroh, terletak di kawasan jamarat, Mina. Adapun tiga tiang tersebut adalah jumroh ula, jumroh wustha, dan jumroh aqabah. Melempar jumroh memiliki makna mendalam, yaitu sebagai simbol penolakan terhadap godaan setan dan mengingat pengorbanan Nabi Ibrahim Alaihissalam.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Lempar jumroh dilakukan mulai dari tanggal 10 Zulhijah hingga hari tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah di Mina. Setiap harinya, jemaah wajib melempar Jumroh Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah dengan tujuh batu kerikil. Batu kerikil ini diambil dari Muzdalifah, tempat jemaah bermalam setelah melaksanakan wukuf di Arafah.
Makna Mendalam dari Melempar Jumroh Lempar jumroh memiliki nilai simbolis yang tinggi, mengajarkan kita untuk menolak godaan setan dan untuk mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan keikhlasan dan kesabaran. Kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam yang melempar setan yang menggoda beliau di tiga tempat berbeda, menjadi landasan makna dari prosesi ini. Pengorbanan Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Ismail Alaihissalam yang rela menyerahkan nyawanya demi Allah juga menjadi dasar perayaan Idul Adha.
Tata Cara Melempar Jumroh:
Pelemparan Jumrah ‘Aqabah (10 Dzulhijjah):
Melempar dengan tujuh batu satu per satu.
Menggunakan batu, bukan kaca atau besi.
Melempar dengan tangan, bukan meletakkan dalam kolam.
Memastikan batu benar-benar masuk dalam kolam.
Melempar dengan niat ibadah dan keyakinan.
Dilakukan sebelum matahari tenggelam pada hari terakhir tasyrik.
Sunnah Pelemparan Jumrah ‘Aqabah (10 Dzulhijjah):
Melempar sebelum mencukur, thawaf, dan penyembelihan.
Melempar setelah matahari meninggi setinggi tombak sebelum Zhuhur.
Melempar saat pertama kali tiba di Mina.
Membaca takbir bersamaan dengan setiap lemparan.
Melempar dengan tangan kanan.
Menggunakan batu seukuran biji buncis.
Mengangkat tangan hingga terlihat putih ketiak.
Memastikan batu yang digunakan bersih.
Pelemparan Tiga Jumrah pada Hari Tasyrik:
Waktu pelaksanaan dari zawal (masuk Zhuhur) hingga matahari tenggelam pada hari tasyrik terakhir.
Melempar setiap Jumrah dengan tujuh batu, total 21 batu.
Melempar Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah secara berurutan.
Melempar setelah pelemparan Jumrah ‘Aqabah pada hari Nahr.
Melempar dengan tangan menggunakan batu.
Melakukan melempar setelah zawal (masuk Zhuhur).
Melempar dengan niat ibadah dan keyakinan.
Sunnah Pelemparan Tiga Jumrah:
Mandi sebelum waktu fajar Shubuh.
Menggunakan batu seukuran biji buncis.
Bertakbir saat melempar.
Menghadap kiblat.
Berdoa setelah melempar Jumrah Ula dan Wustha.
Catatan Penting: Jika seorang jemaah tidak mampu melempar sendiri, boleh diwakilkan oleh orang lain yang sudah melempar terlebih dahulu untuk dirinya. Orang yang menjadi wakil boleh mengambil upah dalam hal ini. Hikmah dari melempar jumroh adalah mengenang penolakan Nabi Ibrahim Alaihissalam terhadap godaan setan dan merendahkan diri sebagai hamba Allah. Melempar batu sebagai simbol ibadah menunjukkan ketaatan dan ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan memahami tata cara dan makna mendalam dari melempar jumroh, jemaah haji dapat melaksanakan ibadah ini dengan penuh kekhusyukan dan keikhlasan.
https://www.aqutour.com/storage/2016/03/aqutour.com-Jamaraat_Bridge-scaled.jpg17072560adminhttps://www.aqutour.com/storage/2023/08/Aqutour-Logo-01-300x212.pngadmin2024-01-29 03:30:102024-01-29 03:31:13Melempar Jumroh dalam Prosesi Haji
Umroh memiliki arti berkunjung atau berziarah. Setiap individu yang melakukan ibadah haji diwajibkan juga melakukan umroh, yang merupakan bagian integral dari ibadah haji.
AQU Tour & Travel Cabang Pandeglang menggelar acara sosialisasi Manasik Umroh yang dihadiri oleh sekitar 50 orang dan bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam dan persiapan yang matang bagi calon jamaah yang akan menjalankan ibadah Umroh
Jika seseorang akan melaksanakan umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum berihram dengan mandi sebagaimana seorang yang mandi junub, memakai wangi-wangian yang terbaik jika ada dan memakai pakaian ihram.
Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun bagi wanita, ia memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan tidak dibolehkan memakai sarung tangan.
Ketiga:
Berihram dari miqat untuk dengan mengucapkan:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“labbaik ‘umroh” (aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).
Keempat:
Jika khawatir tidak dapat menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya penghalang lain, maka dibolehkan mengucapkan persyaratan setelah mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan,
اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
“Allahumma mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku).
Dengan mengucapkan persyaratan ini—baik dalam umrah maupun ketika haji–, jika seseorang terhalang untuk menyempurnakan manasiknya, maka dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib membayar dam (menyembelih seekor kambing).
Tidak ada alat khusus untuk berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib, maka shalatlah lalu berihram setelah shalat.
Keenam:
Setelah mengucapkan “talbiah umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan memperbanyak talbiah berikut ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan lirih bagi perempuan hingga tiba di Makkah:
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
Ketujuh:
Jika memungkinkan, seseorang dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.
Kedelapan:
Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
“Allahummaf-tahlii abwaaba rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1]
Kesembilan:
Menuju ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah Allahu akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.
Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran terakhir.
Kesebelas:
Disunnahkan pula mengusap Rukun Yamani pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani. Dan apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi isyarat dengan tangan.
Keduabelas:
Ketika berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca,
“Robbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)
Ketigabelas:
Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12. Dan seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir yang ia suka.
Keempatbelas:
Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125).
Kelimabelas:
Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim[2], pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]
Keenambelas:
Setelah shalat disunnahkan minum air zam-zam dan menyirami kepada dengannya.
Ketujuhbelas:
Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya.
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]
Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.
Keduapuluhsatu:
Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.
Keduapuluhdua:
Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya.
Keduapuluhtiga:
Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki, perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.
Keduapuluhempat:
Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran.
Keduapuluhlima:
Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali dengan berakhir di Marwah.
Keduapuluhenam:
Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.
“Allahummaghfirli warham wa antal a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah mengapa karena telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka membacanya ketika sa’i.
Keduapuluhdelapan:
Setelah sa’i, maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.
Keduapuluhsembilan:
Setelah memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram.
Demikianlah ringkasan amalan umrah yang merupakan faedah dari Buku “Petunjuk Praktis Manasik Haji dan Umrah”, penulis Abu Abdillah, terbitan Darul Falah.
Preparing one day before umroh, 4 Dzulqo’dah 1431 H, in King Saud University, Riyadh, KSA